28.8.13

One does not simply... Simplicity!

Simplicity.
Beberapa waktu silam, aku dan kawan-kawan di INDEX, berbagi tentang bagaimana itu desain. Sepanjang pengamatan, dan apa yang aku pelajari secara otodidak, aku menyimpulkan bahwa desain (grafis) yang keren itu adalah yang minim ornamen, latar (kosong) yang luas/cukup banyak, namun tertata dengan rapi dan artistik.

Bagi kebanyakan desainer (grafis) pemula, yang rata-rata belajar secara mandiri, mereka mendesain karyanya dengan tampilan yang full/penuh sesak. Tak ada ruang/latar kosong, karena mereka tidak membiarkan satu celahpun kosong tak berisi. Padahal kata Tong Sam Chong, "kosong adalah isi, isi adalah kosong." Hahaha, jadi inget serial Kera Sakti.

Aku dulu, ketika pertama kali belajar CorelDRAW dan mengenal dunia desain, juga menerapkan standar itu. Bahwa setiap celah itu harus terisi, sehingga satu art-space itu terisi semua, baik dengan warna maupun ornamen-ornamen tertentu. Kalau aku lihat ke belakang, karya-karya awalku, aku suka senyum-senyum sendiri.

Semakin lama, dan sering berinteraksi dengan dunia desain, hingga kenal dengan majalah desain grafis Concept, aku semakin menyadari bahwa ruang kosong itu perlu. Ada space putih yang melegakan dan tidak membuat mata lelah itu penting. Semenjak itu aku makin tergila-gila dengan warna putih, hingga mengeluarkan kode: white is the color. Putih itu warna, meski dalam percetakan tidak ada tinta putih.

Putih itu menurutku, merepresentasikan simplicity. Leonardo da Vinci bahkan berkata, "Simplicity is the ultimate sophistication." Simplicity itu terdengarnya mudah, namun saat mengaplikasikannya bukanlah perkara gampang. Ada suatu kerumitan di balik setiap hal yang terlihat sederhana.

Baru-baru ini aku melihat salah satu web bernama 9GAG yang habis melakukan redesain tampilan. Aku melihat, website itu semakin mengarah pada simplicity.


Bisa dilihat warna putih yang mendominasi di sana. Toolbar bagian atas, dengan background abu-abu muda (mendekati putih). Itu dalam hematku, sebuah simplicity. Simplicity itu juga memudahkan pengguna web tersebut. Jadi benarlah kata Leonardo da Vinci tadi, kesederhanaan adalah kecanggihan paling luar biasa.

Itu sekedar deskripsi sederhana tentang seperti apa simplicity, terutama dalam pandangan desainer (grafis). Simplicity sendiri tak terbatas pada bidang desain. Namun lebih dari itu, simplicity dapat teraplikasikan dalam semua ranah kehidupan kita. Bahkan sosok jenius Albert Einstein juga menegaskan, "Kalau kamu gak bisa njelaskan hal (rumit) kepada anak usia 6 tahun, berarti kamu belum memahami hal itu."

Salah seorang kawanku dulu juga pernah berujar, orang cerdas adalah mereka yang bisa menyampaikan hal rumit dengan cara yang sederhana. Kawanku itu dalam salah satu ujian minithesisnya diuji untuk menjelaskan penelitiannya kepada seorang dosen, yang dianggap sebagai bapak-bapak tukang sayur keliling. Kalau berhasil menjelaskan dengan sederhana, maka itulah sophistication dalam pemahaman kita.

Bicara tentang simplicity tak bisa lepas pula dari sosok fenomenal Steve Jobs. Pria ini telah menggaungkan tentang pentingnya nilai simplicity, terutama dalam produk-produknya di Apple. Dalam buku biografinya yang disusun oleh Walter Isaacson, Steve Jobs adalah perfeksionis yang sangat memperhatikan detail. Desain dan kesederhanaan sehingga memunculkan kemudahaan bagi pengguna adalah dasar yang ditekankan dalam tiap produknya.

Jonathan Ive, desainer Apple berkisah, satu saat Steve Jobs pernah mengajaknya ketemu. Dalam pertemuan itu, Steve Jobs mengeluarkan semua unek-unek perenungannya terkait produk baru Apple, yang sedianya akan segera dirilis. Namun, apa yang terjadi? Steve Jobs malah meminta Ive untuk merombak ulang, mendesain lagi dari awal produk tersebut. Wow!



Tapi begitulah Steve Jobs. Hasil perenungannya membuahkan karya dengan simplicity yang kuat. Produk-produk Apple yang terkena sentuhan Steve Jobs selalu tampil dengan tampilan sederhana namun elegan. Namun, bila kita bongkar di baliknya, akan terlihat kerumitan dalam proses desain hingga perakitannya. 

Bila dalam sebuah PC banyak kabel yang terurai tak beraturan, makan dalam komputer Apple tak ada kabel yang terurai berantakan. Semuanya rapi. Ini adalah hasil terapan filosofi ayahnya tentang sebuah furnitur. Adakala pembuat furnitur hanya mengecat/membaguskan tampilan luar yang kasat mata. Sementara yang tak terlihat dibiarkan begitu saja. Hal semacam itu tidak akan dibiarkan oleh Steve Jobs.

Aku nulis ini bukan promosi produknya Steve Jobs, tapi cuman memaparkan apa itu simplicity. Karena memang dalam karya-karyanyalah aku nemuin apa itu authentic simplicity. Steve Jobs telah menyimpangkan antara seni dan teknologi. Dan persimpangan itu membutuhkan simplicity.

Maka dalam hal berkarya, terutama desain grafis, aku semakin mantap bahwa simplicity is one the best choice. And it is true that one does not simply, make a simple art to becoming an awesome masterpiece. Indeed!

No comments:

Post a Comment