6.6.14

Perselingkuhan Dunia Kerja



Ha! Judulnya kok kontroversial gitu ya? Tapi emang gitu kok. Pernyataan kalimat tiga kata itu terlontar dari ocehan sobat gue, Fai "sang trainer". Waktu itu kami lagi ngobrol gak jelas, sampe akhirnya ketemu sama topik: menuntut ilmu (sekolah/kuliah) dan dunia kerja (pascakuliah).

Beberapa waktu yang telah berlalu, aku sempet sekilas liat ada berita lulusan IPB (Institut Pertanian Bogor) yang memilih jadi petani. Keknya hebring gitu. Tapi, aku malah ngerasa aneh, bukankah memang harusnya gitu? Gini lho, dia kan lima tahun (kurang lebih) belajar A-Z tentang pertanian, jadi wajar donk kalo dia jadi petani. Apanya yang hebat?

Ini logikaku doank sih. Dia belajar tentang pertanian sampe kaffah, mumpuni. Menurutku itu pilihan (yang udah semestinya) jadi petani adalah hal yang wajar. Yang gak wajar adalah susah payah (lebih kurang) lima tahun belajar tentang pertanian, tapi malah kerja jadi bankir! Gak salah sih, tapi itulah yang disebut sobat gue: PERSELINGKUHAN dunia kerja. Kerja, tapi gak sesuai dengan latar belakang pendidikan yang dienyam.

Emang Harus Gitu?
Mmm... gimana ya? Memang banyak yang kuliah sama kerjanya gak nyambung. Misal kuliah kedokteran, malah jadi jurnalis. Kuliah Teknik Geologi malah jadi tukang bakso (lhoh). Gak salah, dan gak melanggar aturan agama. Tapi kalo gitu terus, menurut aku, Indonesia (tercinta) gak akan maju. Coba lihat pak Habibie, mantan Menristek di zaman Orde Baru. Dia belajar teknik fisika, ambil spesialis pesawat terbang, trus bikin industri (pabrik) pesawat -meski akhirnya kukut-, dan tetap setia dengan ilmunya sampe sekarang. Setauku.

Beliau orang hebat. Putra kebanggaan Indonesia. Hampir membawa Indonesia dari negara berkembang jadi negara maju. Tapi ternyata, memang belum saatnya. Dalam pikiranku, kalo ada orang lulusan pertanian (kayak yang alumni IPB tadi), memang sudah sewajarnya kerja jadi petani. Kenapa?

Suatu hari aku dateng ke sebuah seminar. Ada narasumber, pak Ayip (dari "Paradesa") cerita tentang perbedaan pertanian di Indonesia dengan di Korsel, Vietnam, Filipina. Bedanya, pada hasil produksi pertanian (padi) dalam skala 1 hektarnya. Di Korsel, Vietnam, Filipina, satu hektar bisa menghasilkan 3-4 kali lipat beras dibanding produksi sawah Indonesia (dalam satuan ton). Belum lagi, pola produksi dan tradisi cocok tanam yang beda jauh. Maksudnya tradisi di luar negara Indonesia, jauh lebih maju.

Itulah kenapa, menurutku petani-petani masa depan harusnya diisi oleh para sarjana pertanian. Biar mereka bisa langsung praktik ilmu-ilmu pertanian mereka selama di bangku kuliah. Biar setiap skripsi yang mereka susun gak sekedar jadi tool syarat kelulusan semata. Agar supaya ilmu yang telah mereka dalami beneran ada manfaatnya.

Karena itu, aku pribadi, risih sama perselingkuhan dunia kerja (PDK). Kalo semua orang mindset kuliah cuman biar bisa dapet ijazah S1, terus pada berebut "roti" CPNS, maka yang terjadi hanyalah seleksi alam. Yang berduit, yang beruntung, yang (emang dasarnya) pinter-lah yang bakal dapet. Padahal rasio lowongan dengan jumlah pelamar (CPNS) bisa sampe 1:1.000.000! (skala kasar).

Fenomenanya, banyak yang rela ilmunya selama kuliah gak kepake asal dapat "roti comfort zone" itu. Ironisnya, yang memilih untuk berentreprenuer lebih sedikit. Padahal entrepreneur, lebih bisa membuka peluang kerja/usaha yang lebih luas, ketimbang bergantung pada CPNS. Memang sih uncomfortable, tapi itu lebih memberi manfaat kepada sesama, gak sekedar manfaat egois.

Anyway, gak dosa juga kalo mau PDK. Toh itu sah-sah aja, kalo emang itu pilihan jalan hidup yang mau diambil. Asalkan jangan nyesel di akhir nanti. Ada satu buku berkisah tentang seorang perawat yang tugasnya menemani orang-orang yang udah divonis hidupnya (misal tinggal 2 bulan gitu). Di buku itu, dari cerita pengalaman perawat itu, penyesalan paling besar yang diungkap para pasiennya adalah: kenapa dia tidak mengikuti jalan pilihannya sendiri, dan lebih mengikuti apa omongan orang.

Nha, kalo aku (sekarang ini) lebih pusing mikirin gimana gak terjebak "arus" mainstream yang ngebosenin ini. Mungkin hidupku bakal lebih tough, gak semulus rekan sejawatku yang lain. Tapi itulah pilihan. Alloh SWT memberikan banyak pilihan dalam hidup ini. Jadi pilihlah jalan yang memang kau yakin tidak akan menyesalinya di akhir hayat nanti.

Aku (yakin 100%) suatu saat nanti pasti dijemput Izrail, masuk terminal akhir kehidupan fana ini. Berganti "kereta" di alam barzah. Yang tidak ingin kusesali adalah aku tidak berbuat sesuatu/membuat sebuah karya yang bisa memberi manfaat bagi generasi setelahku. Karena aku hidup untuk berkarya. Gitu aja sih.

*Tulisan ini selesai tanggal ke tujuh di bulan enam pada tahun 2KXIV
(image: http://www.ladiesliveandlearn.com/wp-content/uploads/2014/04/TAKE-YOUR-KIDS-TO-WORK-DAY-2.jpg)